Observasi
terhadap pengamen cilik di jalan-jalan raya ini merupakan observasi
saya atas tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah saya. Berikut
adalah deskripsinya dan hasil wawancara.
Deskripsi Hasil
Observasi :
Hari
Minggu tanggal 11 Desember sekitar pukul 14,00, Saya pergi ke daerah Soekarno
Hatta untuk melakukan observasi terhadap
anak jalanan. Di dalam pengamatan tersebut saya menjumpai beberapa anak
kecil berjumlah kira-kira 6 anak dan berusia sekitar 8-11 tahun, yang berprofesi
sebagai pengamen dan pengemis di jalan raya, kususnya di perempatan rambu lalu
lintas. Tidak ada orangtua atau orang dewasa yang mendampingi mereka. Mereka
sepertinya sudah terbiasa dan tidak takut lagi dengan bahaya lalu lintas yang
padat. Saat lampu merah menyala, mereka dengan sigap menyerbu mobil-mobil yang
tengah berhenti. Hanya berbekal gitar yang sudah usang dan bernyanyi lagu-lagu
jaman sekarang beberapa menit, koin bahkan lembaran kertas uang mereka
dapatkan.
Di
hari kedua, Senin tanggal 12 Desember sekitar 18.00, Saya kembali ke daerah
tersebut untuk mengamati anak jalanan. Dan masih Saya menemukan segerombolan
pengamen kecil yang semangat bekerja, namun mereka yang Saya lihat sekarang
berbeda dengan anak-anak di pengamatan pertama. Hanya satu diantaranya yang
sama dengan anak yang saya lihat kemarin. Sekitar seperempat menit saya
mengamati, tiba-tiba mereka memutuskan untuk menyudahi mengamen dan pergi ke
tempat lain. Ternyata mereka pergi ke sebuah warung makan sederhana tidak jauh
dari tempat tersebut.
Di
hari ketiga, Selasa tanggal 13 Desember, Saya pergi keperempatan jalan tersebut
sekitar pukul 15.00. Saat itu anak-anak jalanan tersebut sedang asyik
duduk-duduk di trotoar dan bergurau, hanya 2 anak yang aktif bekerja mendatangi
mobil dan sepeda motor yang sedang berhenti menunggu lampu hijau menyala.
Disitu Saya menemukan anak yang sudah 2 kali Saya temui kemarin. Saya mendekatinya
dan mengajaknya mengobrol sebentar untuk wawancara. Dan berikut adalah
wawancara Saya dengan salah satu pengamen kecil tersebut.
Hari : Rabu
Tanggal : 13 Desember 2011
Pedoman Wawancara:
1.
Siapa nama kamu ?
2.
Kamu tinggal dimana ?
3.
Dimana orangtua kamu sekarang ?
4.
Apakah Ibu tidak bekerja?
5.
Apakah kamu tidak sekolah ?
6.
Kenapa mengamen? Apakah dipaksa oleh
orang tua?
7.
Dalam sehari berapa rata-rata uang yang
bisa didapat? Dan untuk apa?
8.
Kamu tidak capek? Atau takut berada di
jalan yang ramai lalu lintas?
9.
Bagaimana dengan tugas sekolah? Apakah
mengamen tidak mengganggu aktivitas sekolah kamu?
10.
Apa suka dukanya menjadi pengamen? Apa
ada rencana untuk berhenti mengamen?
Deskripsi hasil
wawancara:
Siapa
nama kamu ?
Nama saya Arif kak..
Kamu tinggal dimana ?
Di Malang.
Dimana orang tua kamu sekarang ?
Ibu sedang di rumah. Ayah sudah tidak ada.
Apakah Ibu tidak kerja?
Kerja, jadi pembantu rumah tangga, tapi tidak tentu. Hanya saat ada yang meminta untuk di bantu saja.
Apakah kamu tidak sekolah ?
Saya sekolah. Sekarang kelas 4. Setelah pulang sekolah saya mengamen disini. Sekitar jam 7 malam saya pulang.
Kenapa mengamen? Apakah dipaksa oleh orang tua?
Nama saya Arif kak..
Kamu tinggal dimana ?
Di Malang.
Dimana orang tua kamu sekarang ?
Ibu sedang di rumah. Ayah sudah tidak ada.
Apakah Ibu tidak kerja?
Kerja, jadi pembantu rumah tangga, tapi tidak tentu. Hanya saat ada yang meminta untuk di bantu saja.
Apakah kamu tidak sekolah ?
Saya sekolah. Sekarang kelas 4. Setelah pulang sekolah saya mengamen disini. Sekitar jam 7 malam saya pulang.
Kenapa mengamen? Apakah dipaksa oleh orang tua?
Sebenarnya
tidak ada paksaan dari orang tua.
Dulu
saat saya masih kecil saya sering diajak kakak saya untuk mengamen di daerah
sini. Lalu saat saya sudah agak besar dan bisa mandiri, kakak memberikan
tempatnya disini dan mencari tempat lain. Jadi walaupun saya tidak dipaksa,
saya sudah terbiasa berada di jalan sebelumnya.
Dalam
sehari berapa rata-rata uang yang bisa didapat? Dan untuk apa?
Dalam
sehari bisa dapat sekitar 50.000, itu sudah diluar makan dan transport untuk
pulang pergi.
Uang
itu Saya pakai untuk beli beras di rumah, dan sisanya Saya pakai sebagai uang
saku. Jadi untuk jajan di sekolah saya sudah tidak minta lagi sama ibu.
Kamu
tidak capek? Atau takut berada di jalan yang ramai lalu lintas?
Sudah
biasa, sekalian jalan-jalan aja sama teman-teman yang lain.
Bagaimana dengan tugas sekolah? Apakah mengamen
tidak mengganggu aktivitas sekolah kamu?
Saya
tidak merasa terganggu, mungkin hanya capek sedikit dan saat pulang langsung
istirahat, sehingga sering lupa dengan tugas atau PR dari sekolah. Dan akhirnya
Saya kerjakan di sekolah sebelum pelajaran.
Apa suka dukanya menjadi pengamen? Apa ada rencana
untuk berhenti mengamen?
Suka
dan dukanya mengamen banyak sekali. Sukanya, saat kita dapat uang banyak dari
orang-orang. Apalagi jika ketemu sama
orang yang kaya, kadang diajak makan karena kasihan melihat kami. Sedang
dukanya, kalau ada orang yang tidak memberi uang malah marah-marah dan
membentak. Saat hujan deras, kami kadang hanya dapat uang sedikit karena
jalanan cenderung sepi.
Kalau
rencana untuk berhenti, sekarang ini belum terpikirkan. Karena Saya begini juga
untuk mengurangi beban ibu. Selain itu, mengamen juga bukan pekerjaan yang
sulit. Hanya dengan modal gitar dan bernyanyi sebentar Saya sudah dapat uang.
KESIMPULAN :
Anak jalanan yang menjadi pengemis,
pengamen, pengasong, dan lain sebagainya sangat mudah dijumpai di kota besar
seperti Malang. Begitu banyak faktor yang menjadikan mereka sebagai pekerja
jalanan yang keras dan beresiko, terutama karena faktor ekonomi keluarga dan
tuntutan kebutuhan hidup yang harusnya menjadi tanggungan orang tua. Seharusnya
yang mereka lakukan adalah belajar dan bermain seperti layaknya anak-anak
seumur mereka tanpa harus mencari uang untuk dapat tetap bertahan hidup. Masa
depan Bangsa dan Negara Indonesia terletak di tangan generasi penerus. Kualitas
SDM yang rendah sangat berpengaruh pada kondisi negara kita tercinta ini baik
saat ini maupun di masa yang akan datang.
Salah satu hal kecil yang bisa kita
lakukan untuk membantu anak-anak kecil yang bekerja sebagai pengamen cilik,
pedagang asongan, pengemis, dan lain sebagainya di jalanan adalah dengan tidak
memberi mereka uang serta memberi tahu orang lain untuk tidak memberi juga
walaupun merasa sangat kasihan.
Apabila tidak ada satu orang pun
yang memberi mereka uang, maka anak-anak jalanan tersebut tidak akan ada.
Alangkah lebih baik jika uang tersebut kita kumpulkan untuk membantu biaya
pendidikan mereka daripada kita membantu biaya foya-foya preman yang
mempekerjapaksa anak di bawah umur, biaya hidup orangtua yang memaksa anaknya
bekerja di jalan sedangkan mereka hanya melihat dari jauh, bahkan bersantai di
rumah dan lain sebagainya. Jika mereka terbiasa mendapat uang mudah dari
bekerja di jalan, maka mereka setelah besar / dewasa kelak akan tetap menjadi
pekerja jalanan.
Lalu bagaimana
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan anak jalanan tersebut?
Menurut UUD 1945, ‘”Anak terlantar
itu dipelihara oleh Negara”, artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab
terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk pengamen
cilik. Hak asasi anak jalanan pada hakikatnya sama dengan hak asasi manusia
pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak. Maka perlu mendapatkan hak-haknya secara
normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan
keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesahatan dasar dan kesejahteraan,
pendidikan, rekreasi dan budaya, dan perlindungan khusus.
0 coment:
Posting Komentar